BAB 5 MANUSIA DAN KEINDAHAN
BAB 5 MANUSIA DAN
KEINDAHAN
Kata
keindahan berasal dari kata indah, artinya bagus, permai, cantik, elok, molek,
dan sebagainya. Benda yang mempunyai sifat indah ialah segala hasil seni,
pemandangan alam, manusia, rumah, tatanan, perabot rumah tangga, suara, warna,
dan sebagainya.
Keindahan
adalah identik dengan kebenaran. Keindahan kebenaran dan kebenaran adalah
keindahan. Keduanya mempunyai nilai yang sama yaitu abadi, dan mempunyai daya
tarik yang selalu bertambah. Keindahan juga bersifat universal, artinya tidak
terikat oleh selera perseorangan, waktu dan tempat, selera mode, kedaerahan
atau lokal.
a.
APAKAH KEINDAHAN ITU ?
Sebenarnya
sulit bagi kita untuk menyatakan apakah keindahan itu. Keindahan itu suatu
konsep abstrak yang tidak dapat dinikmati karena tidak jelas. Keindahan itu
baru jelas jika telah dihubungkan dengan sesuatu yang berwujud atau suatu
karya. Dengan kata lain keindahan itu baru dapat dinikmati jika dihubungkan
dengan suatu bentuk
Menurut
The Liang Gie dalam bukunya “Garis besar estetika”. Menurut asal katanya, dalam
bahasa Inggris keindahan itu diterjemahkan dengan kata “beutiful” dalam bahasa
Prancis “beau”, sedang Italia dan spanyol “bello” berasal dari kata latin
“bellum”. Akar katanya adalah “bonum” yang berarti kebaikan, kemudian mempunyai
bentuk pengecilan menjadi “bonellum” dan terakhir diperpendek sehingga ditulis
“bellum".
Menurut
cakupannya orang harus membedakan antara keindahan sebagai suatu kwalita abstrak
dan sebagai sebuah benda tertentu yang indah. Untuk perbedaan ini dalam bahasa
Inggris sering dipergunakan istilah beauty (keindahan) dan the beautiful (benda
atau hal yang indah). Dalam pembatasan filsafat kedua pengertian itu
kadang-kadang dicampuradukkan saja. Disamping itu terdapat pula perbedaan
menurut luasnya pengertian, yakni :
a)
keindahan dalam arti yang luas
b)
keindahan dalam arti estetis mumi
c)
keindahan dalam arti terbatas dalam hubungannya dengan
penglihatan
Keindahan
dalam arti luas merupakan pengertian semula dari bangsa Yunani dulu yang
didalamnya tercakup pula kebaikan. Plato misalnya menyebut tentang watak yang
indah dan hukum yang indah, sedang Aristoteles merumuskan keindahan sebagai
sesuatu yang selain baik juga menyenangkan. Plotinus menulis tentang ilmu yang
indah dan kebajikan yang indah.
Jadi pengertian keindahan yang seluas-luasnya meliputi
:
-
keindahan seni
-
keindahan alam
-
keindahan moral
-
keindahan intelektual
Keindahan
dalam arti estetis mumi menyangkut pengalaman estetis dari seseorang dalam
hubungannya dengan segala sesuatu yang dicerapnya. Sedang keindahan dalam arti
terbatas lebih disempitkan sehingga hanya menyangkut benda-benda yang
dicerapnya dengan penglihatan, yakni berupa keindahan dari bentuk dan warna.
Dari pembagian dan
pembedaan terhadap keindahan diatas, masih belum jelas apakah sesungguhnya
keindahan itu. Ini memang merupakan suatu persoalan filsafati yang jawabannya
beraneka ragam. Kualita yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity),
keselarasan (harmony), kesetangkupan (symmetry), keseimbangan (balance) dan
perlawanan (contrast).
Dari ciri itu
dapat diambil kesimpulan, bahwa keindahan tersusun dari berbagai keselarasan
dan kebaikan dari garis, warna, bentuk, nada dan kata-kata. Ada pula yang
berpendapat, bahwa keindahan adalah suatu kumpulan hubungan-hubungan yang
selaras dalam suatu benda dan di antara benda itu dengan si pengamat.
Filsuf dewasa ini merumuskan keindahan sebagai
kesatuan hubungan yang terdapat antara pencerapan-pencerapan inderawi kita
(beaty is unity of formal relations of our sense perceptions).
Sebagian filsuf lain menghubungakan pengertian keindahan
dengan ide kesenangan (pleasure), yang merupakan sesuatu yang menyenangkan
terhadap penglihatan atau pendengaran. Filsuf abad pertengahan Thomas Aquinos
(1225-1274) mengatakan, bahwa keindahan adalah sesuatu yang menyenangkan
bilamana dilihat.
Ternyata untuk
menjawab “apakah keindahan itu” banyak sekali jawabannya. Karena itu dalam
estetika modem orang lebih suka berbicara tentang seni dan dan pengalaman
estetik, karena ini bukan pengalaman abstrak melainkan gejala konkret yang
dapat ditelaah dengan pengamatan secara empirik dan penguraian yang sistematik.
b.
NILAI ESTETIK
Dalam rangka teori
umum tentang nilai The Liang gie menjelaskan bahwa pengertian keindahan
dianggap sebagai salah satu jenis nilai seperti hal nya nilai moral, nilai
ekonomik, nilai pendidikan, dan sebagainya. Nilai yang berhubungan dengan
segala sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai estetik.
Masalahnya sekarang ialah : apakah nilai estetik itu ?
dalam bidang filsafat, istilah nilai seringkali dipakai sebagai suatu kata
benda abstrak yang berarti keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness). Dalam
dictionary of sociology and related sciences diberikan perumusan tentang value
yang lebih terinci lagi sebagai berikut :
“The believed capacity of any object to satisfy a
human desire. The quality of any abject which causes it to be on interest to an
individual or a group”. ( kemampuan yang dipercaya ada pada sesuatu benda untuk
memuaskan suatu keinginan manusia. Sifat dari sesuatu benda yang menyebabkan
menarik minat seseorang atau sesuatu golongan).
Nilai ekstrinsik
adalah sifat baik dari suatu benda sebagai alat atau sarana untuk sesuatu hal
lainnya (instrumental/contributory value), yakni nilai yarfg bersifat sebagai
alat atau membantu.. Nilai instrinsik adalah sifat baik dari benda yang
bersangkutan, atau sebagai suatu tujuan, ataupun demi kepentingan benda itu
sendiri.
Tarian itu
merupakan nilai ekstrinsik, sedangkan pesan yang ingin disampaikan oleh tarian
itu ialah kebaikan melawan kejahatan merupakan nilai instrinsik.
c.
KONTEMPLASI DAN EKSTANSI
Keindahan dapat dinikmati menurut selera seni dan
selera biasa. Keindahan yang didasarkan pada selera seni didukung oleh faktor
kontemplasi dan ekstansi. Kontemplasi adalah dasar dalam diri manusia untuk
menciptakan sesuatu yang indah. Ekstansi adalah dasar dalam diri manusia untuk
menyatakan, merasakan dan menikmati sesuatu yang indah.
Apabila kontemplasi dan ekstansi itu dihubungkan
dengan kreativitas, maka kontemplasi itu faktor pendorong untuk menciptakan
keindahan, sedangkan ekstansi itu merupakan faktor pendorong untuk merasakan,
menikmati keindahan.
Bagi seorang
seniman selera seni lebih dominan dibandingkan dengan orang bukan seniman. Bagi
orang bukan seniman mungkin faktor ekstansi lebih menonjol. Jadi, ia lebih suka
menikmati karya seni daripada menciptakan karya seni. Dengan kata lain, ia
hanya mampu menikmati keindahan tetapi tidak mampu menciptakan keindahan.
d.
APA SEBAB MANUSIA MENCIPTAKAN KEINDAHAN ?
Keindahan
itu pada dasarnya adalah alamiah. Alam ciptaan Tuhan. Ini berarti bahwa
keindahan itu ciptaan Tuhan. Alamiah artinya wajar, tidak berlebihan tidak pula
kurang. Kalau pelukis melukis wanita lebih cantik dari keadaan sebenarnya, justru
tidak indah.
Pengungkapan
keindahan dalam karya seni didasari oleh motivasi tertentu dan dengan tujuan
tertentu pula. Motivasi itu dapat berupa pengalaman atau kenyataan mengenai
penderitaan hidup manusia, mengenai kemerosotan moral, mengenai perubahan
nilai-nilai dalam masyarakat, mengenai keagungan Tuhan, dan banyak lagi
lainnya.
(1) Tata
nilai yang telah usang
Tata nilai yang
terjelma dalam adat istiadat ada yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan,
sehingga dirasakan sebagai hambatan yang mengorbankan nilai-nilai
kemanusiaan, misalnya kawin paksa, pingitan, derajad wanita lebih rendah dari
derajad laki-laki. Hal ini menjadi tema para sastrawan zaman Balai Pustaka,
dengan tujuan untuk merubah keadaan dan memperbaiki nasib kaum wanita.
(2) Kemerosotan
Zaman
Keadaan yang
merendahkan derajad dan nilai kemanusiaan ditandai dengan kemerosotan moral.
Kemerosotan moral dapat diketahui dari tingkah laku dan perbuatan manusia yang bejad
terutama dari segi kebutuhan seksual. Kebutuhan seksual ini dipenuhinya tanpa
menghiraukan ketentuan-ketentuan hukum agama, dan moral masyarakat. Yang
demikian itu dikatakan tidak baik, yang tidak baik itu tidak indah. Yang tidak
indah itu harus disingkirkan melalui prates yang antara lain diungkapkan dalam
karya seni.
(3)
penderitaan manusia
Banyak
faktor yang membuat manusia itu menderita. Tetapi yang paling menentukan ialah
faktor manusia itu sendiri. Manusialah yang membuat orang menderita sebagai
akibat nafsu ingin berkuasa, serakah, tidak berhati-hati dan sebagainya. Keadaan demikian ini tidak mempunyai daya tank dan
tidak menyenangkan, karena nilai kemanusiaan telah diabaikan, dan dikatakan
tidak indah. Yang tidak indah itu harus dilenyapkan karena tidak bermanfaat
bagi kemanusiaan.
(4) Keagungan
Tuhan
Keagungan Tuhan
dapat dibuktikan melalui keindahan alam dan keteraturan alam semesta serta
kejadian-kejadian alam. Keindahan alam merupakan keindahan mutlak ciptaan
Tuhan. Manusia hanya dapat meniru saja keindahan ciptaan Tuhan itu.
Seindah-indah tiruan terhadap ciptaan Tuhan, tidak akan menyamai keindahan
ciptaan Tuhan itu sendiri. Kecantikan seorang wanita ciptaan Tuhan membuat
kagum seniman Leonardo da Vinci. Karena itu ia berusaha meniru ciptaan Tuhan
dengan melukis Monalisa sebagai wanita cantik. Lukisan monalisa sangat terkenal
karena menarik dan tidak membosankan.
d.
KEINDAHAN MENURUT PANDANGAN ROMANTIK
Dal am buku AN
Essay on Man (1954), Ems Cassirer mengatakan bahwa arti keindahan tidak bisa
pernah selesai diperdebatkan. Meskipun demikian, kita dapat menggunakan
kata-kata penyair romantik John Keats (1795-1821) sebagai pegangan. Dalam
Endymion dia betkata :
A thing of beuty
is a joy forever
its loveliness iscreases; it wil never pass into
nothingness
Dia mengatakan, bahwa sesuatu yang indah adalah
keriangan selama-lamanya, kemolekannya bertambah, dan tidak pemah berlalu ke
ketiadaan. Dari sini kita mengetahui bahwa keindahan hanyalah sebuah konsep
yang bam berkomunikasi setelah mempunyai bentuk. Karena itu dia tidak berbicara
langsung mengenai keindahan, akan tetapi sesuatu yang indah.
Menurut Keats, orang yang mempunyai konsep keindahan
hanya tertentu jumlahnya. Mereka mempunyai negatif capability, yaitu kemampuan
untuk selalu dalam keadaan ragu-ragu, tidak menentu dan misterius tanpa
mengganggu keseimbangan jiwa dan tindakannya hanya pikiran dan hatinya yang
selalu diliputi keresahan.
Mengenai
keindahan, Coleridge mengutip Shakespeare (1564-1616) dalam karyanya midsummer
night: Thing base and vile holding no quality/ love can transpose to form and
dignity”, yaitu sesuatu yang rendah dan tidak mempunyai nilai, dapat berubah dan
menjadi berarti. Inilah yang menggelisahkan Coleridge.
Kegelisahan
Coleridge ini tercermin dalam “Frost at midnight (1798), sebuah sanjak mengenai
salju tipis yang turun di tengah malam. Salju inilah yang baginya merupakan hal
sesaat. Jatuhnya salju ini mengingatkan Coleridge pada dusunnya yang penuh
sesak orang Disini proses imajinasinya mulai tumbuh. Kemudian keadaan dusun
yang penuh sesak ini melompat ingatannya pada masa kanak-kanak. maka
terbentuklah konsep keindahan, disini: kesepian, kesendirian, dan
ketidak berdosaan (innocence) anak kecil adalah keindahan. Keindahan adalah
sublimasi yang terjadi karena kebebasan menyendiri dan hikmah ketidakberdosaan.
Pada
hakekatnya negative capability adalah suatu proses. Keraguan, ketidaktentuan
dan misteri adalah suatu proses. Proses inilah yang membuat seseorang menjadi
kreatif. Orang yang tidak mempunyai negative capability tidak akan kreatif,
karena segala sesuatu baginya sudah jelas, tidak menimbulkan keraguan dan tidak
merupakan misteri.
Mengenai
burung bul-bul, suatu hari Keats duduk di kursi malas di bahwah pohon, kemudian
tertidur. Beberapa saat terbangun, dan merasa mendengar suara burung bul-bul.
Imajinasinya langsung bekerja, dan langsung membentuk konsep keindahan.
Menulislah ia, bahwa didunia ini “beauty cannot keep her lustors eyes”, yaim
keindahan tidak dapat menyembunyikan mata yang bersinar-sinar.
Ada persamaan
hakiki antara J.Keats dan Coleridge dalam menanggapi hal-hal sesaat. Bagi
mereka hal-hal sesaat adalah pelatuk yang meledakkan imajinasi dan imajinasi
ini langsung membentuk keindahan.
Renungan
berasal dari kata renung; artinya diam-diam memikirkan sesuatu, atau memikirkan
sesuatu dengan dalam-dalam. Renungan adalah hasil merenung. Dalam merenung untuk menciptakan seni ada beberapa teori. Teori-teori itu
ialah : teori pengungkapan, teori metafisik dan teori psikologik.
(a)
. TEORI PENGUNGKAPAN
Dalil dari teori ini ialah bahwa “Art is an expression
of human feeling” ( seni adalah suatu pengungkapan dari perasaan manusia ).
Teori ini terutama bertalian dengan apa yang dialami oleh seorang seniman
ketika menciptakan suatu karya seni.
Tokoh teori ekspresi yang paling terkenal ialah filsuf
Italia Benedeto Croce (1886-1952) dengan karyanya yang telah diterjemahkan
kedalam bahasa Inggris “aesthetic as Science of Expresion and General
Linguistic”. Beliau antara lain menyatakan bahwa “art is expression of
impressions” (Seni adalah pengungkapan dari kesan-kesan) Expression adalah sama
dengan intuition. Dan intuisi adalah pengetahuan intuitif yang diperoleh
melalui penghayatan tentang hal-hal individual yang menghasilkan gambaran
angan-angan (images).
Seorang tokoh
lainnya dari teori pengungkapan adalah Leo Tolstoi dia menegaskan bahwa
kegiatan seni adalah memunculkan dalam diri sendiri suatu perasaan yang
seseorang telah mengalaminya dan setelah memunculkan itu kemudian dengan
perantaraan pelbagai gerak, garis, warna, suar dan bentuk yang diungkapkan dalam
kata-kata memindahkan perasaan itu sehingga orang-orang mengalami perasaan yang
sama.
(b)
. TEORI METAFISIK
Teori seni yang bercorak metafisis merupakan salah satu
teori yang tertua, yakni berasal dari Plato yang karya-karya tulisannya untuk
sebagian membahas estetik filsafati, konsepsi keindahan dan teori seni.
Mengenai sumber seni Plato mengemukakan suatu teori peniruan (imitation
theory). Ini sesuai dengan metafisika Plato yang mendalilkan adanya dunia ide
pada taraf yang tertinggi sebagai realita Ilahi. Pada taraf yang lebih rendah
terdapat realita duniawi ini yang merupakan cerminan semu dan mirip realita
ilahi itu
Dalam jaman modem
suatu teori seni lainnya yang juga bercorak metafisis dikemukakan oleh filsuf
Arthur Schopenhauer (1788-1860). Menurut beliau seni adalah suatu bentuk dari
pemahaman terhadap realita. Dan realita yang sejati adalah suatu keinginan
(will) yang sementara. Dunia obyektif sebagai ide hanyalah wujud luar dari
keinginan itu. Selanjutnya ide-ide itu mempunyai perwujudan sebagai benda-benda
khusus.
Teori-teori
metafisis dari para filsuf yang bergerak diatas taraf manusiawi dengan
konsepsi-konsepsi tentang ide tertinggi atau kehendak semesta umumnya tidak
memuaskan, karena terlampau abstrak dan spekulatif. Sebagian ahli estetik dalam
abad modem menelaah teori-teori seni dari sudut hubungan karya seni dan alam
pikiran penciptanya dengan mempergunakan metode-metode psikologis.
Suatu teori lain
tentang sumber seni ialah teori permainan yang dikembangkan oleh Freedrick
Schiller (1757-1805) dan Herbert Spencer (1820-1903). Menurut Schiller, asal
mula seni adalah dorongan batin untuk bermain-main (play impulse) yang ada
dalam diri seseorang. Seni merupakan semacam permainan menyeimbangkan segenap kemampuan
mental manusia berhubungan dengan adanya kelebihan energi yang harus
dikeluarkan.
Sebuah
teroi lagi yang dapat dimasukkan dalam teori psikologis ialah teori penandaan
(signification Theory) yang memandang seni sebagai suatu lambang atau tanda dari
perasaan manusia. Simbol atau tanda yang menyerupai atau mirip dengan benda
yang dilambangkan disebut iconic sign (tanda serupa), misalnya tanda lalu
lintas yang memperingatkan jalan yang berbelok-belok dengan semacam huruf Z
adalah suatu tanda yang serupa atau mirip dengan keadaan jalan yang dilalui.
Keserasian berasal
dari kata serasi dan dan kata dasar rasi, artinya cocok, kena benar, dan sesuai
benar. Kata cocok, kena dan sesuai itu mengandung unsur perpaduan, pertentangan,
ukuran dan seimbang.
Dalam pengertian
perpaduan misalnya, orang berpakaian harus dipadukan warnanya bagian atas dengan
bagian bawah. Atau disesuaikan dengan kulitnya. Apabila cara memadu itu kurang
cocok, maka akan memasak pemandangan. Sebaliknya, bila serasi benar akan membuat
orang puas karenanya. Atau orang yang berkulit hitam kurang pantas bila memukau
baju wama hijau, karena warna itu justru menggelapkan kulitnya.
Pertentanganpun
menghasilkan keserasian. Misalnya dalam dunia musik, pada hakekatnya irama yang
mengalun itu merupakan pertentangan suara tinggi rendah, panjang pendek, dan
keras lembut.
Filsuf Ingris
Herbert Read merumuskan definisi, bahwa keindahan adalah kesatuan dan
hubungan-hubungan bentuk yang terdapat di antara pencerapan-pencerapan inderawi
kita (beauti is unity of formal relations among our sence-perception). Pendapat
lain menganggap pengalaman estetik suatu keselarasan dinamik dari perenungan
yang menyenangkan. Dalam keselarasan itu seseorang memiliki perasaan-perasaan
seimbang dan tenang, mencapai cita rasa akan sesuatu yang terakhir dan rasa
hidup sesaat di tempat-tempat kesempumaan yang dengan senang hati ingin diperpanjangnya.
(a). TEORI
OBYEKTIF DAN TEORI SUBYEKTIF
The Liang Gie
dalam bukunya garis besar estetika menjelaskan, bahwa dalam mencipta seni ada
dua teori yakni teori obyektif dan teori subyektif.
Salah satu
persoalan pokok dari teori keindahan adalah mengenai sifat dasar dari
keindahan. Apakah keindahan mempakan sesuatu yang ada pada benda indah atau
hanya terdapat dalam alam pikiran orang yang mengamati benda tersebut. Dari
persoalan-persoalan tersebut lahirlah dua kelompok teori yang teikenal sebagai teori
obyektif dan teori subyektif.
Pendukung teori
obyektif adalah Plato, Hegel dan Bernard Bocanquat, sedang pendukung teori
subyektif ialah Henry Home, Earlof Shaffesbury, dan Edmund Burice.
Teori
obyektif beipendapat, bahwa keindahan atau ciri-ciri yang mencipta nilai
estetik adalah sifat (kualita) yang memang telah melekat pada bentuk indah yang
bersangkutan, teriepas dari orang yang mengamatinya. Pengamatan orang hanyalah
mengungkapkan sifat-sifat indah yang sudah ada pada sesuatu benda dan sama sekali
tidak berpengamh untuk menghubungkan.
Teori
subyektif, menyatakan bahwa ciri-ciri yang menciptakan keindahan suatu benda
itu tidak ada, yang ada hanya perasaan dalam diri seseorang yang mengamati
sesuatu benda.
Yang tergolong
teori subyektif ialah yang memandang keindahan dalam suatu hubungan di antara
suatu benda dengan alam pikiran seseorang yang mengamatinya seperti misalnya
yang berupa menyukai atau menikmati benda itu.
(b) TEORI PERIMBANGAN .
Teori
obyektif memandang keindahan sebagai suatu kwalita dari benda-benda. Kwalita
bagaimana yang menyebabkan sesuatu benda disebut indah telah dijawab oleh
bangsa Yunani Kuno dengan teori perimbangan yang bertahan sejak abab 5 sebelum
Masehi sampai abab 17 di Eropa. Sebagai contoh bangunan arsitektur Yunani Kuno
yang berupa banyak tiang besar.
Teori
perimbangan tentang keindahan dari bangsa Yunani Kuno dulu dipahami pula dalam
arti yang lebih terbatas, yakni secara kualitatif yang diungkapkan dengan
angka-angka. Keindahan dianggap sebagai kualita dari benda-benda yang disusun
(yakni mempunyai bagian-bagian). Hubungan dari bagian-bagian yang menciptakan
keindahan dapat dinyatakan sebagai perimbangan atau perbandingan angka-angka.
Bangsa
Yunani menemukan bahwa hubungan-hubungan matematik yang cermat sebagaimana
terdapat dalam ilmu ukur dan berbagai pengukuran proporsi temyata dapat
diwujudkan dalam benda-benda bersusun yang indah. Bahkan Pythagoras yang
mencetuskan teori proporsi itu menemukan bahwa macamnya nada yang dikeluarkan
oleh seutas senar teigantung pada panjang senar itu dan bahwa macamnya nada
yang dikeluarkan oleh seutas senar akan menghasilkan susunan nada yang selaras
(yakni indah di dengar), apabila panjangnya masing-masing senar itu mempunyai
hubungan perimbangan bilangan-bilangan yang kecil misalnya 1:1, 1:2, 2:3 dan
seterusnya. Jadi menurut teori proporsi ini keindahan terdapat dalam suatu
benda yang bagian-bagiannya mempunyai hubungan satu sama lain sebagai bilangan
- bilangan kecil.
Teori
perimbangan beriaku dari abad ke-5 sebelum masehi sampai abad ke 17 masehi
selama 22 abad. Teori tersebut runtuh karena desakan dari filsafat empirisme
dan aliran-aliran termasuk dalam seni. Bagi mereka keindahan hanyalah kesan
yang subyektif sifatnya.
Keindahan hanya ada pada pikiran orang yang
menerangkannya dan setiap pikiran mdihat suatu keindahan yang berbeda-benda.
Para seniman romantik umumnya berpendapat bahwa keindahan sesungguhnya tercipta
dari tidak adanya keteraturan, yakni tersusun dan daya hidup, penggambaran,
pelimpahan dan pengungkapan perasaaa Karena itu tidak mungkin disusun teori
umum tentang keindahan.
Comments
Post a Comment