Perbedaan Budaya Indonesia, Jepang dan China
A.
Budaya Masyarakat Jepang
Budaya Harakiri adalah kebiasaan
orang Jepang jika mengalami kekalahan atau melakukan kesalahan yang memalukan.
Mari kita lihat sisi positif dan negatifnya. Pada zaman dahulu, Harakiri
dilakukan saat seseorang kalah berduel. Tidak tahan menanggung malu. Memang
terdengar seperti orang yang memiliki kepribadian yang lemah dan dosa hukumnya
jika bunuh diri, tetapi maksud sebenarnya adalah untuk menjaga kehormatan.
Daripada dibunuh atau diampuni lalu hidup terhina, lebih baik berbesar hati
mengakui kekalahan lau mati dengan terhormat. Sampai sekarang, harakiri masih
ada di kehidupan orang Jepang. Lihat saja para koruptor Jepang yang pasti mati
bunuh diri karena tak sanggup menahan malu. Padahal mereka korupsi untuk
membiayai kebutuhan partai. Tidak seperti di Indonesia masuk rekening pribadi.
Inilah yang menyebabkan Jepang tidak masuk dalam 10 Negara Asia terkorup versi
metro10. Atau kisah saat pertempuran Jepang- Amerika di Pulau Iwo Jima.
Tentara Jepang hanya ada 22000 dan
Amerika 100000. Dilihat dari jumlah sudah pasti kalah. Tapi baik jendral maupun
prajurit tidak ada yang mau menyerah. Mereka tetap bertempur walaupun sudah
tahu apa hasilnya. Dan bagi mereka yang berhasil selamat, akan langsung
menancapkan pisau ke perut mereka alias Harakiri. Kalau kita, baru ditodong
kompeni sudah bilang “Ampun menir.” Bahkan, para pilot yang selamat dalam
pertempuran usai perang ini, langsung kembali ke Jepang dan bunuh diri di
tempat pendaratan. Dan diyakini mereka menjadi hantu dan membuat tempat
pendaratan mereka salah satu tempat terangker di Jepang. Intinya mereka itu
tahu malu, disiplin, dan cinta negara. Tidak seperti koruptor kita yang masih
bisa senyum-senyum disorot kamera TV dan tidak mengaku salah. Mereka juga tidak
terbiasa dengan budaya jam karet. Ya budaya jam karet adalah sebutan bagi suatu
acara atau kedatangan seseorang yang tidak tepat waktu atau mengulur waktu
sehingga melebihi waktu yang telah ditentukan.
B.
Orang China
Dagang, uang,uang,uang,bisnis,usaha,
lalu kaya, kata- kata yang identik dengan orang-orang China. Mereka rajin-rajin
dalam usaha, rajin menabung dan sabar sampai akhirnya mereka kaya. Walaupun
hanya bisnis kecil, mereka akan tetap menjalankannya. Sampai ada pepatah orang
China “Jangan takut saat berjalan pelan, tetapi takutlah saat anda diam”
Sebelum mereka berhasil, mereka tidak akan makan makanan lain selain nasi dan
tahu. Tentu kita bisa lihat dari penduduk Tiong Hoa sekarang atau tanyakan pada
generasi sebelum kita bagaimana kehidupan para keturunan ini. Dari hasil
keuntungan usaha mereka, mereka akan menabungnya sampai cukup besar. Eits...
Tunggu dulu bukan untuk bersenang-senang tapi untuk merperluas usaha mereka.
Baru sampai mereka rasa cukup, mereka akan bersenang-senang. Tentu saja rumus
usaha ini membuat mereka terlihat lebih sukses dibanding kita, penduduk pribumi
tanah ini. Bandingkan dengan kita, setelah dapat uang cukup banyak, para lelaki
pasti menikah lagi dan berfoya-foya, setelah itu hidup susah lagi. ‘Haiya, lu
olang kalau dagang pake otak aaa...’ Intinya orang China adalah orang yang
ulet,rajin, dan sabar. Patut kita contoh.
C. Budaya
masyarakat Indonesia
Sisi Positif budaya Indonesia
memiliki keanekaragaman budaya lokal yang dapat dijadikan sebagai aset yang
tidak dapat disamakan dengan budaya lokal negara lain. Budaya lokal yang
dimiliki Indonesia berbeda-beda pada setiap daerah. Tiap daerah memiliki ciri
khas budayanya, seperti rumah adat, pakaian adat, tarian, alat musik, ataupun
adat istiadat yang dianut. Semua itu dapat dijadikan kekuatan untuk dapat
memperkokoh ketahanan budaya bangsa dimata Internasional.
Kekhasan budaya lokal yang dimiliki
setiap daerah di Indonesia memliki kekuatan tersediri. Misalnya rumah adat,
pakaian adat, tarian, alat musik, ataupun adat istiadat yang dianut. Kekhasan
budaya lokal ini sering kali menarik pandangan negara lain.
Terbukti banyaknya turis asing yang
mencoba mempelajari budaya Indonesia seperti belajar tarian khas suat daerah
atau mencari barang-barang kerajinan untuk dijadikan buah tangan. Ini
membuktikan bahwa budaya bangsa Indonesia memiliki cirri khas yang unik.
Kebudayaan Lokal menjadi sumber
ketahanan budaya bangsa, Kesatuan budaya lokal yang dimiliki Indonesia
merupakan budaya bangsa yang mewakili identitas negara Indonesia. Untuk itu,
budaya lokal harus tetap dijaga serta diwarisi dengan baik agar budaya bangsa
tetap kokoh. Jadi intinya orang indonesia itu memiliki tali persaudaraan yang
erat.
Sedangkan dari sisi negatifnya
Indonesia memiliki suatu kebiasaan budaya
hidup Jam karet? Sepertinya kata “jam karet” ini sudah tidak asing lagi di
telinga kita. Ya, jam karet adalah sebutan bagi suatu acara atau kedatangan
seseorang yang tidak tepat waktu atau mengulur waktu sehingga melebihi waktu
yang telah ditentukan. Lho, mengapa disebut “jam karet”? Ya, seperti karet yang
bisa mengulur. Suatu kebiasaan jika dilakukan terus menerus tentunya akan
“membudaya” kepada diri seseorang atau kelompok. Budaya jam karet memang
bukanlah hal baru di Indonesia, seakan sudah mengakar dan menjadiculture atau
budaya yang sudah sangat dekat sekali dengan kehidupan masyarakat di Indonesia.
Tentunya kebiasaan mengulur waktu ini sangatlah tidak baik, bahkan bisa
berdampak juga kepada orang lain, kepada suatu acara ataupun kepada komunitas
tertentu. Memang susah sekali jikajam karet ini sudah jadi bagian dari
masyarakat. Lalu, apa saja penyebab dari budaya “jam karet” ini? Pertama, yaitu
kebiasaan “suka menunda”.
Ya, suka menunda adalah penyebab
utama dari budaya jam karet ini. Tak bisa dipungkiri bahwa ada cukup banyak
orang yang kerap menunda melakukan sesuatu. Misalnya menunda pertemuan. Tentu
hal semacam ini akan mempengaruhi waktu orang lain yang ada di pertemuan
tersebut. Bisa saja orang tersebut sedang terburu – buru dan memiliki agenda
lain yang harus ia laksanakan. Hal ini tentu mengganggu orang tersebut. Jika
waktu seseorang sudah terganggu maka dampaknya bisa meluas ke berbagai hal
lain. Hal ini tentu merugikan, bukan? Kedua, banyak orang menganggap “jam
karet” sudah jadi budaya. Banyak orang merasa “untuk apa datang cepat, toh yang
lain juga pasti datangnya terlambat”.
Sebagian orang ada yang menganggap
demikian, tak bisa mengelak juga, saya pun terkadang berpikiran serupa. Ketiga,
yaitu kebiasaan orang – orang untuk “memaklumi” jam karet ini. Sebagai contoh,
ketika seseorang datang terlambat, lalu ditanya “mengapa kamu datang
terlambat?” , seseorang itu menjawab, “maaf, saya terjebak macet di jalan” atau
“maaf, saya tadi terlambat bangun”. Jika kita terus menerus memaklumi atau
“melegalkan” jam karet ini, tentu budaya jam karet ini pun akan semakin sulit
untuk dihilangkan. Semakin banyak orang Indonesia berpikiran hal seperti ini,
maka semakin besar pula jam karet ini “membudaya” di Indonesia.
Tentunya mengatasi sebuah kebiasan
buruk untuk diri sendiri itu sangat sulit apalagi kebiasaan itu dilakukan oleh
banyak orang atau sebuah kelompok. Tetapi, sebenarnya kebiasaan jam karet ini
bisa kita kikis sedikit demi sedikit, mulai dari memikirkan dampak yang terjadi
apabila kita melegalkan “jam karet” ini di dalam kehidupan kita sehari – hari,
serta belajar menghargai waktu yang kita miliki. Bila kita menginginkan budaya
jam karet ini hilang dari masyarakat Indonesia, maka kita bisa memulainya dari
diri kita sendiri. Membiasakan mengikis sedikit demi sedikit kebiasaan menunda
kita. Bila biasanya datang terlambat 10 menit, maka bisa kita kurangi menjadi 5
menit, lalu menjadi 1 menit, lalu menjadi tidak terlambat sama sekali. Ya,
meninggalkan suatu aktivitas lama yang sudah sering kita jalani awalnya
memanglah sulit, tetapi semua perubahan itu butuh proses. Maka dari itu mari
kita niatkan untuk berubah meskipun awalnya perubahan itu tidak terlihat oleh
kita perbedaannya, maka lakukan terus menerus, sedikit demi sedikit, setahap demi
setahap sampai kita tidak menyadari bahwa kita telah melakukan perubahan itu
dan akhirnya merasa nyaman dengan perubahan kita. Saya pun yang sering terlibat
dalam budaya “jam karet” ini tentunya berharap dan sedang berproses di
dalamnya. Semoga dengan kesadaran kita, budaya “jam karet” ini bisa dihilangkan
sedikit demi sedikit dari masyarakat kita.
Comments
Post a Comment